Kabar Ada Tersangka Baru Kasus E-KTP Bikin Gelisah Anggota DPR
SENIN, 10 JULI 2017 | 07:57 WIB
Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua kiri) bersama Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kiri) bersiap memberikan konferensi pers OTT pejabat Bakamla di Gedung KPK, Jakarta, 15 Desember 2016. Dalam OTT ini disita uang pecahan dolar AS dan dolar Singapura senilai Rp 2 miliar. ANTARA/Hafidz Mubarak A
TEMPO.CO, Jakarta - Pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo tentang bakal adanya tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) menarik perhatian para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kepada Tempo, beberapa anggota Dewan mengatakan kabar ini menimbulkan kegelisahan dan menjadi bahan pembicaraan di antara legislator. “Karena infonya merujuk ke orang besar di DPR,” kata salah satu anggota DPR, Jumat, 7 Juli 2017.
Sehari sebelumnya, Agus mengatakan KPK akan berfokus menuntaskan kasus-kasus besar, seperti proyek e-KTP dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Bahkan untuk dugaan korupsi e-KTP, kata dia, KPK akan segera menetapkan tersangka keempat. “Dalam waktu dekat. Segera. Tunggu saja,” katanya.
Politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengakui telah beredar kabar di antara anggota Dewan bahwa tersangka baru itu berasal dari Senayan—sebutan untuk kalangan DPR, mengacu pada lokasi gedung parlemen di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Namun dia tak mengetahui secara detail identitas tersangka keempat tersebut. “Biar KPK menyelesaikan kasus ini. Asalkan prosesnya sesuai dengan aturan,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham berharap isu di pengujung pekan lalu itu tak dikaitkan dengan Ketua DPR Setya Novanto, yang tak hadir memenuhi panggilan pemeriksaan pada Jumat lalu. Menurut dia, tak ada keterkaitan antara rencana pemeriksaan terhadap Ketua Umum Partai Golkar tersebut dan penetapan tersangka baru kasus e-KTP. “Tak ada kaitannya. Setya akan hadir dalam pemeriksaan berikutnya,” ucapnya.
Sejak awal, nama Setya disebut dalam dakwaan sebagai salah satu pihak, yang bersama para terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP, yakni mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun. Tuntutan jaksa KPK pun mengulang tudingan terhadap Setya.
Setya berulang kali menampik terlibat dalam kasus e-KTP. “Semua kami serahkan pada kebijakan dan keputusan hakim. Kami percaya hakim,” kata Setya ketika ditanyai tentang isi tuntutan terhadap Irman dan Sugiharto yang dibacakan jaksa KPK pada 22 Juni lalu.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/2017/07/10/063890092/kabar-ada-tersangka-baru-kasus-e-ktp-bikin-gelisah-anggota-dpr
Alalisis :
Saat
ini korupsi telah menjadi penyakit nasional bangsa kita. dapat kita jumpai
perbuatan korupsi dalam segala lapisan masyarakat. terdapat fenomena yang
muncul, yakni melakukan korupsi seperti melakukan perbuatan biasa yang tidak
melanggar hukum. apa yang salah dalam masyarakat kita sehingga hal seperti ini
seperti di “legalkan”. kebiasaan masyarakat yang melazimkan korupsi ini
akhirnya dapat menjadi sebuah “budaya”, contohnya adalah berita yang diatas
mengenai E-KTP yang merugikan uang negara hingga trilliun sehingga DPR dan KPK
bertindak lebih cepat. hal ini akhirnya berimbas besar pada sistem sosial
budaya indonesia, membuat sebuah sistem baru, yakni yang berduit dialah yang
berkuasa. sistem ini berlaku karena saat ini segala sesuatunya membutuhkan duit
pelicin. sistem sosial budaya yang seperti ini akhirnya membuat perilaku
korupsi tumbuh subur di indonesia. padahal, jika sistem ini tidak di tumbuh
suburkan, masyarakat dapat memberi sanksi sosial terhadap koruptor yang cukup
untuk membuat efek jera bahkan juga bisa meredam tingkat korupsi karena para
pelakunya perlu bepikir panjang akan akibat yang mereka rasakan jika perbuatan
mereka diketahui oleh masyarakat. sanksi sosial seperti ini sangat efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar